UKHWAH, SILATURAHMI DAN PERSAUDARAAN SEMESTA
Oleh: Dr. Suhardi, S.Ag.,M.Pd
Dosen Universitas Ibnu Chaldun Jakarta
Kata ukhuwah berasal dari bahasa Arab dengan bentuk masdarnya adalah akhu yang berarti saudara, termasuk di dalamnya saudara sekandung, saudara seayah, saudara seibu atau saudara sesusuan. Dalam pemakaiannya, kata ukhuwah selalu digabungkan dengan kata islamiah sehingga menjadi ukhuwah islamiah. Persaudaraan se-iman dan se-keyakinan melebihi dari persaudaraan sekandung, hal ini dapat dilihat dari awal dakwah Islam. Kaum muslimin tidak menghiraukan persaudaraan se-darahnya untuk membela kepentingan perjuangan dakwah Islam. Mereka rela meninggalkan saudara sekandungnya untuk berangkat hijrah ke Habsyi, Yastrib, dan beberapa daerah yang direkomendasikan oleh Rasulullah SAW dalam rangka pengembangan risalah keislaman, menuju kemenangan Islam yang hakiki.
Bangsa Yastrib yang terdiri dari kaum Aus dan Kazraj yang selalu melakukan pertikaian, perselisihan dan peperangan untuk kepentingan yang tidak terlalu bermakna, menjadi berhubungan hangat dalam kepentingan memperjuangkan panji-panji keislaman, melawan kezhaliman dan kekhafiran. Hal ini digambarkan oleh Allah SWT dalam Firman-Nya dalam surat Ali-Imran ayat 103
“… Dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, ….”
Ukhwah memang persoalan hati yang ada pada diri masing-masing individu manusia, hati keras, membeku, karena dipengaruhi oleh kepentingan, hasrat, dan ketamakan terhadap hal-hal yang bersifat duniawi. Kekerasan hati akan dapat dilunakkan dengan, pertama, saling menyapa, mengunjungi, menghubungi dan menyambungkan tali kasih yang ada pada diri kepada diri lainnya. Kedua, saling mengaturkan keselamatan, menebarkan salam, saling mendoakan, mengucapkan selamat ulang tahun, menyampaikan selamat hari pernikahan. Ketiga, mengapresiasi terhadap keberhasilan, memberikan selamat atas capaian, capaian akademik, capaian pengembangan usaha, keberhasilan dalam mendirikan rumah, keberhasilan dalam menambah kendaraan, keberhasilan dalam wisuda anak, dan keberhasilan dalam perkawinan anak. Keempat, berempati terhadap musibah yang tengah dihadapi, musibah kematian anggota keluarga, kecelakaan salah seorang anggota keluarga, sakit yang dialami oleh anggota keluarga, bencana alam yang tengah menimpa, banjir, longsor, angin puting beliuang. Kelima, menghormati kepribadian teman, jangan membuly dan melecehkan dalam bergai hal, sekalipun dalam senda gurau, karena itu dapat menimbulkan retakan-retakan ukhwah. Pembangunan ukhwah sangat dibutuhkan, karena keterputusannya menjadi permasalahan sosial tersendiri bagi individu maupun bagi komunitas. Orang yang menghubungkan pertalian ukhwah akan mendatangkan rahmah dari Allah dan siapa yang memutusnya akan mendapatkan laknat. Seperti di sabdakan Rasululah dalam hadits Qudsi:
“Allah berfirman, “Aku adalah Mahapengasih dan ia adalah Rahim, nama itu diambil dari bagian nama-Ku, siapa yang menyambungnya, maka Aku memberikan rahmat-Ku kepadanya, dan siapa yang memutuskannya, maka Aku memutuskan rahmat-Ku darinya.” (HR Abu Dawud).
Bentuk nyata cerminan ukhwah dalam pergaulan sosial, saling berkunjung, bertamu, bercengkrama, berwacana, berdiskusi, dan larut dalam pembicaraan yang hangat dan akrab, sehingga suasana kebatinan menjadi cair. Hilang sekat perbedaan personality dalam bauran komunity. Nabi Muhammad SAW melanjutkan tradisi baik bangsa arab yang sangat menghormati para tamunya, penghormatan terhadap tamu, bentuk lain dari keimanan kepada Allah SWT dan hari kemudian. Seperti hadits Nabi :
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya, dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya ia menyambung tali silaturrahmi, dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya ia berkata baik atau diam” (HR Bukhari).
Kaitan keimanan hari akhir dengan penghormatan terhadap tamu, silaturahmi, bertutur kata benar memang sesuatu hal yang perlu di analisis. Mengapa Nabi mengkorelasikan iman kepada Allah dan hari akhir dengan tiga variabel itu (memuliakan tamu, silaturahmi dan berkata benar). Sesuatu hal yang perlu garis bawahi bahwa keimanan kepada Allah dan hari akhir merupakan personality power untuk menggerakkan diri berbuat kebaikan, diantara kebaikan yang sangat dianjurkan itu ialah memuliakan tamu, silaturahmi dan berkata benar. Memuliakan tamu bagian dari usaha memuliakan diri, orang yang memuliakan dirinya akan memuliakan tamunya, orang yang tidak memuliakan dirinya, maka dia tidak akan memuliakan tamunya. Kebesaran seseorang akan dapat diukur dari jumlah orang yang berkunjung ke rumahnya. Orang yang mulia adalah orang yang banyak dikunjungi oleh orang lain, demikian juga banyak mengunjungi orang lain. Saling bertamu akan menghasilkan silaturahmi. Silaturahmi akan terjaga dengan kemampuan mengendalikan tutur kata dan gestur dalam berkomunikasi. Orang yang sukses berkomunikasi dengan tidak membuat orang tersinggung akan mendapatkan empati, simpati dan dukungan, sehingga ia dapat meraih acceptability dan popularity. Dengan demikian mencederai silaturahmi dengan komunikasi yang jelek, menyinggung perasaan teman, melecehkan teman, merusak harga diri teman bentuk lain dari keterkurasan iman pada diri seseorang.
Silaturahmi (shilah ar-rahim dibentuk dari kata shilah dan ar-rahim. Kata shilah berasal dari kata washala-yashilu-wasl artinya hubungan. Ar-rahim jamaknya arham artinya kerabat. Atau ar-rahmah artinya kasih sayang) dua mufradat ar-rahim dan ar-rahmah dapat dimaknai kekerabatan atau orang yang berkasih sayang. Maka silaturahmi dapat diartikan secara kontekstual menghubungkan tali kasih antar individual dalam sebuah komunitas sosial. Hubungan antar individual mustahil tercipta tanpa adanya kasih sayang diantara keduanya. Perkasihan itu dapat berupa, pertama, saling memahami bahasa sebagai simbol media komunikasi yang membentuk saling pengertian, memahami satu dengan lainnya. Kedua, berkomunikasi dengan komunikasi interpersonal yang baik dan hangat, dua atau lebih individu melakukan personal kontak dengan saling mengerti, saling memahami terhadap maksud dan tujuan dari masing-masing, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam memahami satu dengan lainnya. Ketiga, memahami karakter diri masing-masing, sehingga terjadi saling pengertian. Keempat, memaklumi kelebihan dan kelemahan teman yang lagi tersambung dalam pembicaraan. Dan kelima, saling menghormati satu dengan lainnya atas kelebihan personality, kedudukan dan statusnya masing-masing.
Kegagalan dalam berkomunikasi interpersonal apabila bertolak belakang dari lima hal tersebut, pertama, saling ego, menonjolkan kelebihan personality masing-masing dalam berkomunikasi, tanpa menghargai kelebihan teman bicara, apalagi lebih menonjolkan pembulian dalam pembicaraan. Kedua, kurang mengerti dengan diksi yang dituturkan dengan langgam yang berbeda, dengan gestur yang berbeda, pada akhirnya menjurus ke arah mis persepsi diantara dua atau beberapa orang yang tengah berkomunikasi interpersonal. Ketiga, kurang mengedepenakan pengertian, tetapi pemaksaan pengertian sendiri-sendiri, hal ini dapat menimbulkan ketegangan lokal, malah dapat menimbulkan confflic insidental. Keempat, kurang menghormati lawan bicara, karena terlalu menganggap diri memiliki kelebihan, diri lebih sukses dibandingkan teman yang tengah terlibat dalam pembicaraan. Kelima, perbedaan perspektif dan pertentangan kepentingan, yang menjurus ke arah ketegangan antar individual dalam mengemukakan diksi dan argumentasi. Hal-hal yang dikemukakan di atas akan dapat menimbulkan keretakan lokal dalam persilaturahmian diantara personal manusia yang tengah berusaha untuk berhubungan, tetapi mengarah kepada perpecahan, pertentangan, permusuhan, perkelahian dan pemutusan silaturahmi.
Pertentangan individual, konflik sosial dan ketegangan antar komunitas dan antar bangsa pada umumnya disebabkan oleh pertentangan satu dengan lain, dan pamer kekuatan, pamer kekayaan dan perebutan kepentingan. Satu bangsa menjajah bangsa lain, satu bangsa menganeksasi bangsa lain, dsebabkan kepentingan yang terlalu berlebihan akan sumber daya, dalam rangka penguatan bangsa dan menumpuk cadangan. Kelebihan suatu bangsa tidak akan didapati tanpa pertolongan bangsa lain. Bangsa maju yang sudah berhasil menciptakan high technology, tidak akan dapat bertahan hidup tanpa kontribusi oksigen dari negara-negara yang masih menjaga forestry (kehijauan hutannya) dan biodiversity (keanekaragaman) lingkungan hidupnya (environmental). Semuanya saling ketergantungan satu dengan lainnya, satu individu dengan individu lain dalam komunitas. Komunitas dengan komunitas lain dalam sebuah habitat. Habitat dengan habitat lain dalam satu negara dan bangsa. Bangsa dengan bangsa lain dalam satu planet bumi. Persaudaraan yang hakiki adalah persaudaraan semesta sebagai hamba Allah SWT yang akan mempertanggungjawabkan segala bentuk sikap, perilaku dan tindakan di suatu hari yang sudah ditetapkan Allah SWT. Nashrun Minallah.