Tim PSGA UIN Mahmud Yunus Batusangkar Menjadi Pakar dalam Menilai usability dari “Model Baharu Masjid Mesra Orang Kelainan Upaya (OKU) di Malaysia”

Wahidah Fitriani

Kepala Pusat Studi Gender dan Anak UIN Mahmud Yunus Batusangkar

Universiti Malaya, salah satu institusi pendidikan terkemuka di Malaysia, menjadi tuan rumah sebuah workshop penting bertajuk “Penilaian Kebolehgunaan Model Baharu Masjid Mesra Orang Kelainan Upaya (OKU)” pada tanggal 15 Agustus 2015. Dalam Bahasa Indonesianya, OKU adalah Individu Berkebutuhan Khusus (IBK). Acara ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan untuk mendorong inklusivitas dalam lingkungan ibadah, khususnya bagi penyandang disabilitas atau IBK agar mudah dalam mengakses dan beribadah di masjid.

Prof. Datin Dr. Raihanah Binti Haji Abdullah, ketua tim riset dari Departemen Pengkajian Islam di Universiti Malaya sekaligus koordinator workshop, menyampaikan dalam sambutannya bahwa masjid harus menjadi tempat yang inklusif dan mendukung, bukan hanya secara spiritual tetapi juga secara fisik bagi IBK. “Masjid adalah tempat yang seharusnya menyatukan semua umat, tanpa terkecuali. Sebab tempat ibadah yang inklusif dan ramah terhadap IBK adalah hak bagi penyandang disabilitas. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk memahami kebutuhan khusus penyandang disabilitas dan mengakomodasi mereka dengan tepat,” ujar Prof. Datin Raihanah Binti Abdullah.

Ketua Pusat Studi Gender dan Anak (ka. PSGA) UIN Mahmud Yunus Batusangkar, Dr. Wahidah Fitriani, S. Psi., MA., menyampaikan bahwa model yang telah dirancang oleh tim penelitian yang dipimpin oleh Prof. Datin Dr. Raihanah sangat berguna dan bermanfaat bagi para pemangku kepentingan dalam merancang Pembangunan masjid yang ramah terhadap disabilitas. Ka. PSGA  menyatakan bahwa fasilitas yang tersedia saat ini masih belum memenuhi standar kemudahan dan akses bagi IBK serta belum mendukung partisipasi IBK untuk datang ke masjid, karena minimnya penyediaan sarana yang dapat memenuhi kebutuhan ibadah mereka, khususnya dari aspek fisik dan spiritual. Penyandang disabilitas hendaknya dilibatkan menjadi pengurus masjid agar kebutuhan dan aspirasi mereka bisa didengarkan dan diakomodasi dengan baik. Hal ini pun akan meningkatkan self esteem pada penyandang disabilitas dan menjadi motivasi bagi mereka untuk melibatkan diri secara mendalam pada berbagai kegiatan keagamaan di masjid. Sehingga sense of belonging dalam diri IBK terhadap masjid menjadi tumbuh dan mereka bisa mengaktualisasikan dirinya dengan nyaman saat beribadah ibadah dan melibatkan diri dalam program kerohanian di masjid.

Workshop ini dihadiri oleh pakar yang akan menilai usability dari model yang telah dibuat. Pakar tersebut terdiri dari Pengurus Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM),  Pengurus Masjid, Pengurus Majlis Agama Islam, tim PSGA UIN Mahmud Yunus Batusangkar, yaitu Dr. Wahidah Fitriani, S. Psi., MA., Dr. Isra Nurmai Yenti, M. Pd., dan Refika Mastanora, M. I. Kom. Pengurus Asosiasi Orang Buta Malaysia, Pengurus Pemulihan IBK, Penjaga/perawat IBK, akademisi, dosen, peneliti, mahasiswa, aktivis sosial, serta perwakilan dari organisasi non-pemerintah yang fokus pada hak-hak penyandang disabilitas.  Selain itu, Workshop ini bertujuan untuk mendapatkan pandangan umum pakar penilai tentang usability dari Model Baharu Masjid Mesra OKU di Malaysia. Workshop ini pun telah memberikan wawasan mendalam serta keterampilan praktis bagi para pengelola masjid dalam menciptakan lingkungan yang inklusif dan ramah bagi penyandang disabilitas. Acara ini menyoroti pentingnya aksesibilitas fisik dan programatik dalam masjid, serta penyesuaian yang diperlukan untuk memastikan bahwa semua individu, terlepas dari kemampuan fisiknya, dapat berpartisipasi penuh dalam kegiatan keagamaan.

Selama workshop, para peserta terlibat dalam menilai berbagai aspek yang mencakup: 1. Desain Aksesibilitas Fisik.  Sesi ini membahas berbagai elemen penting dalam desain bangunan masjid yang ramah disabilitas, seperti jalur akses yang mudah bagi pengguna kursi roda, kemudahan akses di pintu masuk, pemasangan ramp, kemudahan akses di ruang sholat, tempat parkir, serta pengadaan fasilitas toilet dan tempat berwudhu yang sesuai standar disabilitas, . 2. Modifikasi Lingkungan Ibadah: Diskusi dalam sesi ini berfokus pada penyesuaian ruang ibadah yang ramah bagi penyandang disabilitas, termasuk penataan area shalat khusus bagi jamaah dengan mobilitas terbatas, penyediaan bahan bacaan dalam tulisan braille, Al-Qur’an Braille yang mencukupi, penterjemah Bahasa isyarat, ruang sholat tanpa permadani bagi penyandang disabilitas yang berkursi roda, dan lain-lain. 3. Pelatihan untuk Pengurus Masjid: Workshop ini juga merekomendasikan agar diselenggarakan pelatihan khusus bagi pengurus masjid dan relawan tentang cara berinteraksi dan melayani jamaah penyandang disabilitas dengan penuh kesabaran, rasa hormat dan pengertian. 4. Pendidikan Inklusif di Masjid: Sesi ini menggarisbawahi pentingnya program pendidikan agama yang inklusif, di mana anak-anak, perempuan dan orang dewasa penyandang disabilitas dapat belajar dan berpartisipasi tanpa diskriminasi. Para pakar juga menekankan perlunya metode pengajaran yang adaptif, seperti penggunaan bahasa isyarat dan screen paparan kandungan materi khutbah, ceramah dan pengajian yang sesuai dengan kebutuhan penyandang disabilitas.

Di akhir workshop, para peserta merumuskan beberapa rekomendasi penting yang akan disampaikan kepada lembaga-lembaga terkait, termasuk pemerintah dan pengelola masjid di seluruh Malaysia. Salah satu rekomendasi utama adalah pentingnya pembentukan tim kerja khusus di setiap masjid yang bertugas untuk mengawasi implementasi model masjid ramah disabilitas dan adanya audit terhadap pembangunan masjid ramah IBK.

Workshop ini juga menghasilkan komitmen untuk menyusun panduan nasional tentang pembangunan dan pengelolaan masjid yang ramah disabilitas, yang diharapkan dapat diadopsi oleh masjid-masjid di seluruh negeri. Universiti Malaya, bersama dengan mitra-mitra kerjanya, akan terus memantau perkembangan ini dan menyediakan dukungan berkelanjutan melalui penelitian dan program pelatihan lanjutan.

Dengan terselenggaranya workshop ini, diharapkan bahwa masjid-masjid di Malaysia, khususnya di Kuala Lumpur, dapat menjadi model bagi masjid-masjid di negara lain dalam menciptakan ruang ibadah yang benar-benar inklusif dan ramah disabilitas. Universiti Malaya dan PSGA UIN Mahmud Yunus Batusangkar menunjukkan komitmennya untuk terus mempromosikan inklusivitas dan memberikan kontribusi nyata bagi kesejahteraan semua lapisan masyarakat.