Oleh: Dr. Suhardin, S.Ag., M.Pd
(Dosen Universitas Ibnu Chaldun Jakarta)
Sudah hampir seminggu Syawal dilalui dengan berbagai aneka regam kegiatan, kunjungan keluarga, bertemu dengan sanak famili kerabat terdekat, bertemu dengan teman, tetangga dilakukan dengan berbagai media. Whatshap Group, chatting, facebook, instagram, twitter, telegram, dan berbagai flatform media sosial.
Dari berbagai media, tentu yang paling effective adalah berkunjung, bercakap-cakap, berdialogh, berbincang, bercengkrama, bersenda gurau, saling berbagi, baik yang bersifat financial maupun suka dan duka dalam kehidupan.
Saya merasakan hangatnya pertemuan dengan saudara, family, handai taulan. Tanggal 28 April 2022 berangkat dari Jakarta ke bandara Minangkabau Sumatera Barat, berkunjung ke Masjid Taqwa Muhammadiyah Padang, yang pernah saya tempati beberapa tahun bekerja, makan dan tidur di sana.
Tanggal 28 saya bertemu dengan beberapa teman yang pernah bersama beberapa tahun yang lalu saling berbagi tentang lika-liku kehidupan untuk memberikan penguatan agar tetap istiqomah dalam iman, Islam dan ihsan sampai menuju titik kehidupan dunia dengan husnul khatimah.
Dua hari menikmati ibadah puasa di kampung halaman Batahan Kabupaten Mandailing Natal, kampung yang sudah cukup maju dan berkembang pesat.
Tradisi keluarga mengajak berbuka sangat kental di Batahan, hari terakhir puasa tanggal 1 Mei saya harus berbuka di tiga buah rumah, yang harus disambangi, karena kalau tidak, yang mengundang merasa tidak enak.
Di Batahan antar rumah sangat dekat, kami dalam kekeluargaan yang sangat akrab, saya membagi waktu beberapa menit di rumah pertama, terus ke rumah kedua, dan lanjut ke rumah ketiga, alhamdulillah dapat memberikan kebahagian kepada mereka semua.
Suasana kebathinan seperti ini sangat mahal, harus mengeluarkan biaya yang sangat tinggi, tetapi lunas seketika bertemu dengan keluarga dalam waktu hanya beberapa jam, demikianlah kekuatan utama dari sebuah silaturahmi.
Kata “silaturahim” atau “silaturahmi” berasal dari dari dua kata, yakni shilat dan al-rahim atau al-rahmi. “Shilat” berarti sambungan, menyambung, menjalin, menghubungkan atau mempertemukan.
Sementara “al-rahim” atau “al-rahmi” merupakan dari satu akar kata yang sama, yaitu rahima–yarhamu artinya kasih dan sayang. Secara naluriah manusia memiliki rasa cinta terhadap sesama manusia dan semua ciptaan Allah, sebagai buah dari percikan rahman dan rahim yang dianugerahkan Allah SWT.
Rahim dapat juga di artikan rahim yang menjadi tempat manusia tatkala di dalam perut ibunya. Kasih sayang manusia terhadap turunan yang berbasis pada rahim yang sama (saudara) dan dalam ikatan rahim yang berdekatan disebut dengan kekerabatan, family.
Tetapi yang banyak adalah rahim terpancar dari kasih sayang yang berbasis interaksi sosial, yang telah memiliki rekam jejak sejarah dalam kehidupan.
Silaturahmi yang hakiki adalah hubungan yang berbasis pada rahman yang telah dianugerahkan Allah SWT kepada manusia, sehingga manusia memiliki rasa simpati, empati, voluntry dan philnatropy terhadap manusia lain.
Lawan rahman adalah akrahh artinya, benci, dendam, memuakkan, memberontak atau sekarang disebut dengan fobia. Silaturahmi menghubungkan, merajut dan mempertalikan kasih sayang antar manusia sebagai anak bangsa.
Lawannya mempertalikan, merajut dan menghubung kebencian antar manusia sebagai anak bangsa agar terjadi perpecahan.
Bulan syawal momentum strategis bagi manusia yang telah memiliki potensi keimanan dan telah berusaha membangun ketaqwaan dalam dirinya sebulan penuh untuk merajut kasih sayang antar manusia dan membuang sifat akrahh, kebencian, dendam, dan fobia terhadap manusia yang menjadi lawan dan teman yang sudah pernah menyakiti.
Semua dibersihkan, reinstallisasi, dibersihkan ulang kembali, terjadi proses nihilisasi dalam data dan transaksi hati pada diri manusia sehingga kembali kepada kesucian yang hakiki (fitrah).
Silaturahmi memberikan peluang kepada manusia untuk kembali kepada diri yang sesungguhnya bersih tanpa noda, menghapus berbagai data yang berkoding negatif, menyusun data yang berkoding positif untuk menatap masa depan yang lebih baik dan indah.
Keindahan interaksi antar manusia kekuatan yang strategis untuk membangun kekuatan diri menuju kondisi yang kondusif terhadap terciptanya acceptability dan appresiasi yang tinggi terhadap individual dan personalize kita di tengah kehidupan sosial, kemasyarakatan, budaya, dan politik.
Acceptability dan appresiasi modal utama menuju seseorang menjadi amanah, untuk diberikan kepercayaan dalam memimpin baik institusi, perusahaan, dan instansi pemerintahan.
Selain itu, silaturahmi memberikan rekam jejak diri positif di tengah kehidupan bermasyarakat, sehingga ia memiliki spectrum pergaulan sosial yang luas, mendatangkan rejeki dari berbagai penjuru yang tidak disangka-sangka, di luar rencana dan program yang sudah disusunnya.
Taburan kebaikan yang telah di berikan menjadi investasi strategis untuk dinikmati devidentnya sepanjang kehidupan yang dilalui.
Rekam jejak menghasilkan produktifitas dalam bentuk kebaikan dapat dikenang dan dijadikan testimony dalam kehidupan, perbandingan untuk sesuatu yang baik dipelajari, ketauladanan yang layak di ikuti, sehingga ia tetap dikenang sepanjang kehidupan manusia dan kemanusiaan.
Kebaikan diri yang tersambung dengan berbagai teman menjadi kenangan yang terus diabadikan sepanjang hayat, tidak akan hilang sewaktu biological manusia meninggal, maka orang yang kuat silaturahminya memiliki usia yang sangat panjang.
Ia dikenang selalu oleh manusia lain yang memiliki kesan positif terhadap dirinya. Semoga kita termasuk di dalamnya. Nashrun minallah.