Oleh : Virtuous Setyaka ( Ketua Koperasi Mandiri dan Merdeka)
Pembangunan secara umum dalam kehidupan sosial masyarakat tidak hanya terjadi di sektor pertanian. Paradigma lama pembangunan hanyalah tentang pertumbuhan ekonomi, sedangkan paradigma baru pembangunan selain kesejahteraan ekonomi adalah meminimalisir konflik sosial, dan menjaga kelestarian lingkungan.
Sedangkan pembangunan berkelanjutan yang ditetapkan Perserikatan Bangsa-Bangsa mencakup 17 target untuk dicapai secara global. Tujuan-tujuan atau target-target yang hendak dicapai tersebut adalah (1) ketiadaan kemiskinan; (2) ketiadaan kelaparan; (3) kehidupan sehat dan sejahtera; (4) pendidikan berkualitas; (5) kesetaraan gender; (6) air bersih dan sanitasi layak; (7) energi bersih dan terjangkau;
(8)pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi; (9) industri, inovasi dan infrastruktur; (10) berkurangnya kesenjangan; (11) kota dan permukiman yang berkelanjutan; (12) konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab; (13) penanganan perubahan iklim; (14) ekosistem lautan; (15) ekosistem daratan; (16) perdamaian, keadilan dan kelembagaan yang tangguh; dan (17) kemitraan untuk mencapai tujuan.
Untuk memudahkan pelaksanaan dan pemantauan, 17 Tujuan dan 169 target TPB/SDGs dikelompokkan ke dalam empat pilar yaitu; (1) pilar pembangunan sosial: meliputi Tujuan 1, 2, 3, 4 dan 5; (2) pilar pembangunan ekonomi: meliputi Tujuan 7, 8, 9, 10 dan 17; (3) pilar pembangunan lingkungan:
meliputi Tujuan 6, 11, 12, 13, 14 dan 15; dan (4) pilar pembangunan hukum dan tata kelola: meliputi Tujuan 16. Meskipun terbagi dalam masing-masing pilar, namun dalam pelaksanaan keempat pilar tersebut saling berkaitan dan saling mendukung (http://sdgs.bappenas.go.id/sekilas-sdgs/).
Diantara permasalahan global pertanian di Indonesia adalah produksi, distribusi, dan keterjangkauan harga. Masalah produksi terkait kapasitas, produktivitas petani, insentif untuk petani, dan data yang tidak akurat sehingga menimbulkan masalah dalam kebijakan impor.
Permasalahan dalam distribusi antara lain panjangnya tata niaga dan adanya pelaku-pelaku yang dominan di pasar. Di samping itu, pembentukan harga juga dikuasai oleh beberapa pelaku pasar saja sehingga permasalahan pun terjadi dalam hal keterjangkauan harga (https://money.kompas.com/…/tiga.masalah.utama.sektor…).
Sedangkan daftar masalah pertanian sepanjang tahun 2020 menurut Serikat Petani Indonesia adalah kebijakan reforma agraria yang tidak berjalan dengan baik terutama akibat Undang-Undang Cipta Kerja yang kontradiktif; terutama terkait dengan pembentukan bank tanah, penguatan hak pengelolaan, dan hak milik orang asing atas rumah susun.
Selain itu, Gugus Tugas Reforma Agraria belum melibatkan petani dan organisasi petani, berdampak pada tidak terselesaikannya konflik-konflik agraria dan redistribusi tanah sebagai objek reforma agraria.
Masalah lainnya adalah tentang perbenihan dan nilai tukar petani, food estate, kelembagaan pangan, dan kebijakan perdagangan internasional terkait ekspor dan impor (https://www.merdeka.com/…/daftar-permasalahan-sektor…).
Berbagai permasalahan tersebut di atas, masih belum beranjak dari lima permasalahan dasar petani dalam pertanian secara umum: akses kepastian kepemilikan, penguasaan, dan pemanfaatan lahan; akses terhadap permodalan yang memudahkan, aktes terhadap teknologi khususnya sarana produksi dan distribusi yang murah;
akses terhadap pasar dan pemasaran produk pertanian yang mendukung para produsen, dan kebijakan yang masih saja tidak mendukung pertanian berdaulat dan tidak sejalan dengan keadilan sosial secara umum.
Kepala Dinas Pertanian Kota Padang Syahrial Kamat mengatakan bahwa pada 2016 tercatat lahan persawahan di kota berpenduduk 900.000 jiwa ini sekitar 6.418 hektare, tetapi pada 2021 menjadi 5.416 hektare atau menyusut 15,6 persen. Total ada 1.002 hektare yang hilang dalam kurun waktu 5 tahun.
Ini tentu harus menjadi perhatian serius dalam mempertahankan luas lahan pertanian. Dengan kondisi saat ini, petani Kota Padang menghasilkan 30.000 ton beras dalam setahun, sedangkan untuk kebutuhan masyarakat sebesar 100.000 ton per tahun. (https://ekonomi.bisnis.com/…/16-persen-sawah-di-padang…).
Diperkirakan pada tahun 2030 nanti lahan pertanian yang mampu bertahan yakni seluas 2.800 hektare saja. Hal ini akan menjadi tantang berat bagi petani dan pertanian di Kota Padang. Dengan alih fungsi lahan, jumlah produksi beras juga akan ikut turun. Luas sawah di Padang cukup kecil yang hanya 0,3 hektar sehingga hanya mampu mencukupi ketersediaan beras untuk keluarga saja (https://padangkita.com/tahun-2030-lahan-pertanian-di…/).
Dengan demikian, semakin urgen untuk memikirkan, menyikapi, dan bertindak dalam rangka membangun pertanian perkotaan di Padang dan kota lainnya di Sumatera Barat, oleh sebab itu, Koperasi Mandiri Dan Merdeka (KMDM) menyelenggarakan Sekolah Pertanian Kota (SPeKta) sebagai wujud usaha membangun kemandirian dan kedaulatan pangan bagi warga.
SPeKta KMDM diselenggarakan untuk saling berbagi ilmu pengetahuan dalam teori dan praktik pertanian perkotaan. Dalam teori, akan dipelajari bersama tentang pertanian perkotaan secara filosofis, ideologis, teknologis, dan teknis dengan berbagai metode yang dipilih sesuai dengan kebutuhan dalam penyelenggaraannya.