Oleh: Dr. Suhardin
Dua tahun sudah covid-19 memberikan pendidikan kepada manusia untuk menyadari kerapuhan segala sesuatu yang dihasilkannya, ilmu pengetahuan teknologi, budaya dan peradaban yang dibanggakan, ternyata tidak bermakna, tidak kuat dan kokoh dalam berhadapan dengan makhluk nano, sangat kecil, tetapi cukup membuat manusia kerepotan.
Berbagai tradisi, kebiasaan, adat istiadat, ritual, semua bergeser oleh kekuatan sang virus tersebut. Termasuk di dalamnya pola, sistem, tatacara pembelajaran yang selama ini berpusat di sekolah, kampus, madrasah, pesantren, bergeser secara drastis ke rumah. Belajar dari rumah dan rumah menjadi pusat belajar.
Rumah sebagai pusat belajar tidaklah sesuatu yang baru dalam sistem pendidikan, semenjak dahulu rumah menjadi pusat belajar. Orang tua, ibu dan bapak merupakan figur utama dalam pembelajaran anak, saudara asistensi orang tua dalam membimbing adik-adiknya, family, di luar keluarga inti, merupakan guru pengayaan bagi seorang anak dalam melakukan pembelajaran.
Rumah merupakan madrasatul ula bagi manusia-manusia yang sudah teruji kepemimpinan di berbagai belahan dunia. Para pemimpin dunia, pemimpin bangsa dan pemimpin agama, pada umumnya dilahirkan dalam keluarga yang mengedepankan pendidikan, cinta ilmu pengetahuan, menjadikan rumah sebagai sumber ilmu pengetahuan dan menjadikan rumah sebagai pusat belajar pada anak dan segenap keluarganya.
Seiring dengan perkembangan sosial ekonomi, munculnya kapitalisme sebagai pemenang ideologi dunia, membuat segala sesuatu di muka bumi ini dirancang dalam layanan terbaik, untuk meraup keuntungan, menguatkan hegemoni kapitalisme. Pendidikan yang terlahir sebagai sebuah pekerjaan mulia, nirlaba, dilakukan dengan tulus, tanpa pamrih, mengedepankan kerelaan dan kebahagiaan diri, tidak luput dari proses kapitalisasi.
Pendidikan dirancang dengan sebuah jasa layanan yang memberikan kepuasan kepada pengguna, dengan demikian pengguna dituntut untuk memberikan imbalan kepada yang melakukan pelayanan. Layanan pendidikan dirancang dalam bentuk institusi, sekolah, madrasah, pesantren, dan berbagai layanan lainnya. Semua yang terlibat dalam pelayanan pendidikan tersebut dituntut untuk melakukan pelayanan yang prima, memuaskan, menyenangkan, membahagiakan. Konsekwensinya juga mendapatkan hak jasa pelayanan profesional dari pihak yang tengah dan sedang dilayani.
Disamping kapitalisasi tersebut, negara sebagai pelayan masyarakat juga memberikan layanan pendidikan, sebagai wujud tanggungjawab negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, seperti yang digariskan oleh konstitusi. Negara membangun berbagai infrastruktur pendidikan semenjak dari tingkat usia dini sampai dengan Perguruan Tinggi. Negara memberikan fasilitas gratis kepada anak bangsa pada jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan lanjutan atas.
Bahkan juga memberikan beasiswa kepada anak bangsa yang membutuhkan sampai kepada jenjang pendidikan strata tiga. Hal ini merupakan wujud nyata tanggungjawab negara terhadap warganya yang membutuhkan jasa pendidikan. Tetapi dengan wabah covid-19 ini semua kembali ke rumah maka pemerintah menggalakkan belajar dari rumah (BDR), karena semua lembaga pendidikan tidak diperbolehkan melaksanakan proses belajar mengajar tatap muka di ruangan kelas, karena akan dapat memberikan klaster penularan virus covid-19.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh berbagai peneliti terkait dengan proses belajar dari rumah (BDR) banyak mengalami permasalahan, mulai dari paket internet, smartphone, proses belajarnya, waktu belajarnya, tempat belajar, pengajarnya, pengawasannya, dan berbagai masalah.
Demikian juga di pihak guru dan dosen, pendidik yang sudah senior, terbiasa dengan belajar di kelas, mengeluarkan ilmu pengetahuannya dengan ceramah di depan anak, kurang terbiasa dengan pengembangan media, banyak permasalahan yang muncul, malah banyak diantara pendidik yang meminta pensiun muda, akibat tidak kuat dalam menjalankan tugas belajar jarak jauh.
Kihajar Dewantara yang terkenal dengan tripusat pendidikan, rumah sekolah masyarakat, telah mengajarkan kepada kita bahwa belajar utama anak adalah di rumah, tetapi selama ini orang tua dengan kesibukan, telah menghibahkan anaknya kepada jasa pendidikan, sekolah, madrasah, pesantren. Orang tua tidak ikut terlibat dalam proses pembelajaran anak, jika anak membutuhkan tambahan belajar, paling banter orang tua, menambah fasilitas kursus, atau tambahan belajar dengan memanggil guru privat ke rumah.
Peran orang tua selama ini hanya sebagai fasilitator anak, tidak terlibat dalam prose pembelajaran anak. Peristiwa ini memberikan peringatan kepada orang tua, agar aktif dan terlibat langsung dalam pembelajaran anak, orang tua adalah guru anak, dan bukan hanya pemberi uang dan material lain, tetapi mengisi hati dan otak anak supaya menjadi manusia yang berguna untuk masa depan.
Rumah pusat belajar perlu digalakkan bukan hanya karena covid-19. Kita harus berterima kasih kepada covid-19 sudah datang kepada kita memberikan pelajaran yang sangat berharga, mengingatkan kita untuk kembali kepada khittah, bahwa rumah adalah pusat belajar. Ke depan bagaimana segenap komponen anak bangsa untuk merancang, mengembangkan dan mengimplementasikan rumah pusat belajar. Rumah harus dirancang sebagai sebuah sekolah utama anak dan anggota keluarga.
Orang tua memastikan bahwa kegiatan belajar anak berlangsung dengan baik, tertib dan efektif, dengan berusaha untuk menyediakan paket data yang cukup buat anak berselancar di dalam dunia maya, mengakses berbagai sumber belajar. Orang tua mengawasi dengan seksama, penuh keramahan pembelajaran yang dilakukan anak.
Orang tua berkomunikasi dengan gurunya tentang instruksi yang sudah disampaikan guru kepada anak. Orang tua masuk dalam group whatshap anak, sehingga mengetahui perkembangan anak dalam program pembelajaran formal yang dilakukan guru. Orang tua mnyediakan ruangan yang nyaman untuk anak dalam melakukan pembelajaran. Semua anggota keluarga harus saling mendukung pelaksanaan pembelajaran masing-masing. Kakak yang berada pada jenjang atas, membimbing adik yang belajar di jenjang bawah, orang tua tetap semangat memberikan motivasi, membimbing dan memberikan fasilitas kepada anaknya untuk penguatan kompetensi diri sang anak.
Demikian juga dengan basecomunity yang barada dalam lingkup rukun tetangga, rukun warga saling bahu membahu dalam mengembangkan tradisi keilmuan yang bermoral anggun. Sangat diapresiatif komunitas rukun tetangga yang memberikan fasilitas wifi kepada warganya yang kurang mampu membeli paket data. Sangat dipuji warga rukun tetangga yang bersedia menyediakan halamannya, ruangan rumahnya untuk dijadikan anak-anak sebagai tempat belajar.
Sangat dipuja beberapa kakak-kakak mahasiswa turun menjadi relawan untuk menjadi mentoring adik-adiknya mengerjakan beberapa tugas yang diberikan guru. Sangat mulia beberapa orang guru yang berada di lingkungan rukun tetangga untuk berkenan turun ke masyarakat membagikan ilmunya kepada generasi muda, disamping mengisi kesibukannya dalam mengembangkan berbagai modul pembelajaran pada kelas online. Inilah wujud nyata kebersamaan, sinergitas, kekompakan, jamaah dan gotong royong anak bangsa mengejar kemajuan bangsanya.
Pemerintah pada level desa diharapkan mengalokasikan dana desa sebagai pengembangan pusat belajar masyarakat. Pusat belajar masyarakat bukan hanya dalam kontek kejar paket atau kesataraan, tepai bagaimana melakukan pengembangan dan penguatan rumah pusat belajar. Perpustakaan, taman bacaan, hotspot, lektop, komputer perlu disediakan oleh pemerintah desa untuk pengembangan community learning di setiap rukun tetangga, minimal beberpa pusat kegiatan pembelajaran yang mengarus utamakan rumah pusat belajar.