SEMANGATISLAM.ID – Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) wilayah kerja Sumbar , Riau dan Kepri, melakukan konservasi di situs cagar budaya Candi Tuo Muara Takus, Kabupaten Kampar, Riau pada 14-20 September 2021.
Kegiatan konservasi ini melibatkan dosen IAIN Batusangkar dan Masyarakat disekitar kawasan Candi Tuo Muara Takus.
Dalam kegiatan pelestarian cagar budaya tersebut, BPCB mencoba menerapkan minyak atsiri (Minyak Serai wangi) sebagai pengganti bahan kimia dalam perawatan situs berbahan batu dan bata tersebut.
Ketua Pokja, M Yusuf mengatakan penggunaan minyak atsiri ini merupakan kali pertama dilakukan oleh BPCB wilayah Sumbar, Riau dan Kepri dalam melakukan konservasi situs cagar budaya.
Penggunaan atsiri ini merupakan implementasi dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Balai konservasi Borobudur.
“Minyak atsiri ini sebelumnya telah di implementasikan oleh Balai konservasi di Candi Borobudur, dan terbukti mampu mengurangi pertumbuhan gulma di candi tersebut.”
Untuk mendapatkan hasil maksimal dalam penggunaan minyak atsiri ini, BPCB menetapkan tiga tahapan kerja dalam kegiatan konservasi candi Tuo Muara Takus ini kegiatan
“Pada kegiatan konservasi di Candi Tuo Muara Takus ini, kita melakukan tiga tahapan kegiatan tahapan, yang pertama mekanis kering, penyemprotan minyak astiri dan mekanis basah.”
“Penyemprotan dan penyiraman minyak atsiri dimaksudkan untuk membunuh gulma dan lumut yang menempel pada candi, disamping itu juga bertujuan mencegah pertumbuhan gulma atau lumut dalam jangka panjang pada permukaan candi,” sebut M Yusuf selaku Pokja Kegiatan.
Dalam penggunaannya, minyak atsiri ini disemprotkan di bagian-bagian yang banyak ditumbuhi gulma dan lumut yang melekat di dinding candi.
“Dalam penggunaan minyak atsiri ini, ada beberapa tahapan yang harus di lakukan, pertama menyirami bagian yang yang ditumbuhi gulma, kemudian menutupnya dengan plastik, setelah 1×24 jam, plastik tersebut kemudian dibuka dan baru dilakukan pembersihan gulma,” jelas Betti Astia Ningsih selaku Tim Teknis BPCB Sumbar.
Pada kesempatan yang sama, Tumini salah seorang Arkeolog BPCB wilayah sumbar, Riau dan Kepri mengatakan bahwa
“kita selalu berinovasi dalam pelestarian cagar budaya ini dengan menggunakan bahan alami yang ramah terhadap lingkungan dan mengurangi seminimal mungkin kerusakan terhadap situs cagar budaya yang dikonservasi. Penggunaan minyak atsiri ini adalah salah satu inovasi dalam konservasi cagar budaya berbahan batu dan bata seperti candi Tuo Muara Takus yang kita laksanakan hari. Ujar Tumini.
Menyikapi Potensi candi Tuo Muara Takus, Novi Budiman, S.IP, M.Si Salah seorang dosen IAIN Batusangkar yang terlibat dalam kegiatan konservasi menyatakan. Candi Tuo Muara Takus memiliki potensi luar biasa jika dikelolah secara baik tanpa menghilangkan keaslianya. Misalnya dalam sector pariwisata bagi propinsi Riau, khususnya kabupaten Kampar.
“ditetapkankanya candi Tuo muara Takus sebagai living monument merupakan peluang yang sangat menjanjikan bagi peningkatan perekonomian masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan dukungan dan kerjasama seluruh komponen masyarakat dan pemerintah. Ujar Novi
Hal senada juga disampaikan oleh Andri Maija, M.sn, Dosen IAIN Batusangkar.terkait potensi candi Tuo Muara Takus ini
“ wisata budaya merupakan salah satu destinasi wisata yang sangat menjanjikan kedepan. Karna didalamnya mengandung nilai-nilai yang sangat kuat. Orang mengunjungi objekwisata tentu ingin mendapatkan experien baru dari objek yang mereka kunjungi.Candi Tuo Muara Takus memiliki hal itu. Ujar Andri maijar
“disamping itu, untuk menjadikan Candi Tuo Muara Takus menjadi destinasi yang bernilai. Terlebih dahulu harus dibangun kesadaran wisata dan ekosistem wisata masyarakat yang baik.
Hal ini tentunya tidak terlepas dari dukungan dan kerjasama dari semua pihak, terutama masyarakatdan pemerintah. Tutup Andri Maijar (*)