Semangat Islam – Cemas adalah suatu campuran perasaan antara takut dan khawatir ketika menghadapi situasi yang tidak pasti. Merasa cemas adalah suatu kondisi yang manusiawi, namun jika kondisi tersebut terjadi terus menerus maka akan mengganggu aktifitas dan menghambat proses pengembangan diri individu.
Cemas adalah salah satu bentuk perpaduaan emosi manusia yang wajar namun harus dikenali, dikelola dan diekspresikan dengan baik, sehingga tidak merugikan diri sendiri. Mengenali artinya tidak hanya memberi nama namun menyadari setiap komponen diri yang terlibat dalam emosi tersebut.
Mengekspresikan dengan benar bukan berarti kita melampiaskan sembarangan atau berusaha untuk menekan emosi sedalam mungkin sampai tidak dirasakan lagi. Emosi memiliki kebutuhan untuk eksis sehingga butuh diakui dan diihat, dan ketika diabaikan atau dikubur dia akan bangkit suatu waktu dengan bentuk lebih berbahaya.
Emosi yang ditekan dan tidak diekspresikan itu bukan semerta-merta hilang, namun ia hanya mengendap dan akan keluar apabila ada celah. Hal ini lah yang menyebabkan orang menjadi tidak mempu mengontrol emosi, karena sebenarnya emosi yang tidak terkontrol adalah tumpukan emosi yang sama namun sudah terjadi berulang-ulang disituasi yang berbeda.
Meskipun lingkungan di luar diri penuh dengan ketidak pastian dan menekan namun ketika kita merasakan kedamaian di dalam diri, maka kita dapat mengatasi situasi tersebut dengan semestinya. Berbagai macam gangguan psikologis berawal dari penanganan emosi yang buruk, termasuk dengan perasaan cemas yang terjadi secara berkepanjangan. Berikut adalah cara sederhana yang dapat digunakan untuk mengelola kecemasan:
1. Sadari sensasi tubuh
Tubuh adalah alarm diri yang paling peka dan tidak bisa berbohong sehingga memancarkan tanda-tanda kondisi sebenarnya, misalnya jantung berdegup kencang, kepala berdenyut dan lain-lain. Bisa jadi kita mengabaikan hal ini ketika merasa cemas, atau malah memaksakan diri ketika tubuh kita butuh untuk disadari.
Meskipun kita berusaha untuk menutupi kecemasan kita, namun tubuh sangat jujur, sehingga kita merasakan gemetaran atau mengeluarkan keringat ketika berada dalam situasi yang mencemaskan. Kita bisa memaksakan bibir kita untuk tersenyum ketika kita merasa cemas, namun sensasi tubuh lainnya akan menunjukkan hal yang sebenarnya.
2. Fokus pada pernafasan
Kita butuh memantau ulang pernafasan kita, fokus pada keluar masuknya udara yang ada di dalam tubuh seseorang. Sewaktu merasakan cemas seseorang cendrung akan bernafas secara cepat dan pendek. Sehingga membuat tubuh semakin sibuk dan semakin merasa stress. Sewaktu kita melakukan langkah ini kita tidak perlu memaksa diri untuk mengosongkan pikiran, biarkan saja pikiran yang datang itu lewat tanpa ditahan (memaksakan untuk hilang) atau direspon. Semakin kita berusaha untuk menghilangkan maka pikiran tersebut maka akan menyebakan pikiran tersebut menjadi lebih dominan.
3. Sadari emosi yang kita rasakan
Banyak dari kita terkadang tidak menyadari apa yang dirasakan, memahami berbagai emosi hanya dalam satu warna saja. Sementara terkadang dalam situasi yang mengancam orang dapat merasakan berbagai macam emosi misalnya emosi takut, sedih, malu yang bercampur aduk. Setelah kita menyadari pernafasan, cobalah untuk duduk diam, dan menelisik lebih dalam apa yang sebenarnya kita rasakan tanpa ada penilaian apakah perasaan itu benar atau salah. Setelah kita menyadari dan mengenal emosi kita sendiri dan mengizinkan diri kita untuk merasakan, maka akan membantu pikiran untuk bisa mengambil langkah-langkah untuk mencari solusi.
4. Mencari solusi
Setelah kita mengetahui emosi yang kita rasakan, kemudian kita mencari sumber kecemasan yang kita rasakan. Bisa jadi hal tersebut berasal dari kebutuhan diri kita sendiri, misalnya ketika kita merasa cemas setiap kali bertemu dengan guru atau berbicara di depan umum bisa jadi hal tersebut berasal dari ketakutan kita untuk dikritik atau disalahkan. Semakin kita menyadari kebutuhan kita atau sumber masalah yang ada di dalam diri, maka akan membantu diri kita untuk mencari solusi dari sumber kecemasan tersebut.
Penulis: Novi Budiman