Kelahiran Nabi Muhammad
Ditengah kondisi sosial masyarakat jarirah arab yang sangat kacau saat itu, lahir seorang tokoh besar sepanjang masa yang membangun kekuatan Islam diantara dua kekuasaaan besar dunia, di Jazirah Arab sebagai rahmatan lil ‘alamin yaitu Nabi Muhammad SAW. Telah disebutkan, bahwa masyarakat Arab penuh dengan masa kegelapantermasuk mereka yang menyembah berhala, buatan mereka sendiri.
Nabi Muhammad diutus dengan misi kenabian, yang mengajarkan, tiada Tuhan kecuali Allah yang mengetahui segala tingkah manusia dan membalas atau menghukum sesuai dengan perbuatannya di ahirat nanti. Sebelum Nabi Muhammad menjadi seorang nabi, nabi dihiasi degan sifat-sifat yang terpuji dan bersih dari sifat-sifat tercela.
Nabi Muhammad SAW lahir dari kandungan bundanya pada tanggal 29 Agustus hari senin tanggal 12 bulan Rabi’ul-awwal tahun Gajah,
bertepatan dengan tahun 571 M, di kota Mekkah Al-Mukarramah.
Dia adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim Al-Quraisy Al- ‘Arabi, dari keturunan Ismail bin Ibrahim kekasih Allah. Ibunya bernama Aminah binti Wahab dari Kabillah Bani Zuhrah al-Quraisyiyah. Nabi dilahirkan di Makkah, dekat Masjidil Haram yang dibangun oleh Ibrahim as bersama anaknya Ismail as, dengan misi agar ummat Islam datang dari segala penjuru mengunjunginya untuk menunaikan ibadah haji, menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan yang lain sedikitpun.
Nabi Muhammad lahir dalam keadaan yatim karena ayahnya Abdullah, meninggal dunia tiga bulan setelah menikahi Aminah. Nabi
Muhammad kemudian diserahkan kepada ibu pengasuh Halimah Sa’diyah. Dalam asuhannyalah Nabi Muhammad dibesarkan sampai usia empat tahun.
Setelah itu, kurang lebih dua tahun dia berada dalam asuhan ibu kandungnya. Ketika berusia enam tahun, dia menjadi anak yatim piatu. Seakan-akan Allah ingin melaksanakan sendiri pendidikan Nabi Muhammad, orang yang dipersiapkan untuk membawa risalah-Nya yang terakhir.
Setelah Aminah meninggal, Abdul Muthalib mengambil alih tanggung jawab merawat Nabi Muhammad. Namun, dua tahun kemudian Abdul
Muthalib meninggal karena renta. Tanggung jawab selanjutnya beralih kepada pamannya, Abu Thalib. Seperti juga Abdul Muthalib, dia sangat disegani dan dihormati orang Quraisy dan penduduk Makkah secara keseluruhan, tetapi dia miskin.
Dalam usia muda, Nabi Muhammad sebagai pengembala kambing keluarganya dan kambing penduduk Makkah. Melalui kegiatan pengembalaan
ini dia menemukan tempat untuk berpikir dan merenung. Dalam suasana demikian, dia ingin melihat sesuatu di balik semuanya. Pemikiran dan
perenungan itu membuatnya jauh dari segala pemikiran nafsu duniawi, sehingga ia terhindar dari berbagai macam noda yang dapat merusak namanya, karena itu sejak muda ia sudah dijuluki al-Amin, orang yang terpercaya.
Ketika pamannya, Abu Thalib memutuskan untuk pergi ke Syam dalam misi perdagangan, pada waktu itu usia Nabi Muhammad telah
mencapai Sembilan tahun. Ketika pamannya mau berangkat, tiba-tiba saja Nabi Muhammad bergantungan kepada pamannya dan tidak mau berpisah, yang menyebabkan pamannya berkata, “Aku akan membawanya bersamaku ke Syam dan dia tidak boleh berpisah denganku.”
Setelah sampai di sebuah kota bernama Bashrah di wilayah Syam, di tempat itu dikenal ada seorang pendeta yang selalu beribadah di tempat peribadatannya. Mereka memutuskan untuk berteduh di bawah pohon dekat tempat peribadatan itu. Pendeta itu memperhatikan awan yang menyertai perjalanan mereka dan dahan pohon yang memayungi Nabi Muhammad sehingga dia beteduh di bawahnya dari terik matahari.
Pendeta itu penasaran dengan apa yang dia saksikan, sehingga dia mengundang mereka semua untuk hadir dalam undangan makan siang.
Mereka semua hadir kecuali Nabi Muhammad karena usaianya masih sangat muda. Setelah mereka hadir dan Buhaira tidak menemukan tanda-tanda yang dia ketahui, maka pendeta Buhaira berkata, “Apakah kalian semua telah hadir?” Mereka menjawab, “Semua yang pantas menghadiri undanganmu telah hadir kecuali satu.
Dia adalah anak kami yang masih kecil.” Buhaira berkata, “Jangan lakukan itu, tidak boleh ada yang ketinggalan dalam undanganku ini,
tolong panggil dia!” Setelah Nabi Muhammad hadir, dia memperhatikannya dengan sangat seksama, meneliti sesuatu dari badannya, yang pada ahirnya dia menemukan suatu ciri kenabian pada badan Nabi Muhammad. Buhaira memperhatikan pundaknya dan menemukan stempel kenabian di atasnya sesuai dengann cirriciri yang selama ini dia ketahui.
Setelah selesai, Buhaira mendatangi Abu Thalib dan bertanya-tanya tentang Nabi Muhammad, kemudian menyuruh mereka agar segera kembali karena takut orang Yahudi menemukan anak itu dan akan mencelakainya. Pendeta itupun berkata bahwa kelak keponakan Abu
Thalib akan menjadi orang penting di negrinya.
Pada usia remaja, Rasulullah ikut serta bersama dengan penduduk Makkah dalam beberapa perkara-perkara penting, diantaranya adalah: Perang
Fijar, yaitu perang antara Quraisy dan Qais pada bulan-bulan Haram, dan Kesepakatan al-Fudhul, yaitu orang-orang Quraisy melakukan kesepakatan
bahwa tidak didapatkakn seseorangpun di Makkah kecuali mereka akan menolongnya.
Ketika Nabi Muhamad berusia dua puluh lima tahun, nabi berangkat ke Syam untuk melakukan perdagangan milik Khadijah. Sekembalinya dari
Syam, Khadijah memintanya untuk menikahinya karena Khadijah tahu bahwa Nabi Muhammad adalah seorang laki-laki yang memiliki sifat kesatria, jujur, dan Amanah.
Khadijah adalah seorang wanita yang terkenal dengan kecerdasannya, tanggap dan peka. Khadijah kemudian mengutus seseorang untuk menemui nabi dengan pesan, “Wahai anak pamanku, aku simpati dengan kepribadianmu yang memiliki kharisma dan kejujuran yang tinggi, dan berasal dari keturunan terhormat; Amanah, berakhlak mulia, dan berkata jujur.” Kemudian Khadijah menawarkan diri untuk dijadikan istrinya.
Masa Kerasulan
Menjelang usianya yang ke empat puluh, dia sudah terlalu biasa memisahkan diri dari pergaulan masyarakat, berkontemplasi ke Gua Hira’, beberapa kilometer di Utara Makkah. Di sana, mula-mula berjam-jam kemudian berhari-hari bertafakur. Pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 M,
Malaikat Jibril muncul di hadapannya, menyampaikan wahyu Allah yang pertama: “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah mencipta. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu itu maha Mulia. Dia telah mengajarkan dengan Qalam. Dia telah mengajarkan manusia apa yang tidak mereka ketahui.”
Dengan turunnya wahyu pertama itu, berarti Muhammad telah menjadi nabi. Dalam wahyu pertama ini belum diperintahkan untuk menyeru manusia kepada suatu agama. Setelah wahyu pertama datang, Jibril tidak muncul lagi untuk beberapa lama, sementara Nabi Muhammad menantikannya dan selalu datang ke Gua Hira’.
Dalam keadaan menanti itulah turun wahyu yang membawa perintah kepadanya. Wahyu itu berbunyi sebagai berikut: “ Hai orang yang berselimut, bangun dan beri ingatlah. Hendaklah engkau besarkan Tuhanmu dan bersihkanlah pakaianmu, tinggalkanlah perbuatan dosa, dan janganlah engkau memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak dan untuk (memenuhi peintah) Tuhanmu bersabarlah.” (AL-Mudatsir: 1-7).
Dengan turunnya perintah itu, mulailah Rasulullah berdakwah. Setelah Nabi Muhammad dinobatkan menjadi Rasul, Khadijah, istrinya langsung beriman kepadanya. Dia mempercayai apa yang datang dari Allah, dan dia tercatat sebagai manusia pertama yang beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya. Selain itu, sebagaimana yang banyak diceritakan, Ali bin Abi Thalib adalah manusia pertama yang beriman kepadanya dari laki-laki.
Usianya pada waktu itu adalah sepuluh tahun, dan dia tinggal di rumah Rasulullah. Kemudian disusul dengan masuk Islamnya Zaid bin Haritsah
bekas budak Rasulullah. Kemudian disusul lagi oleh Abu Bakar yang mengumumkan keislamannya. Abu Bakar membawa Ustman bin Affan, Az-Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Thalhah bin Ubaidillah, menemui Rasulullah dan mengumumkan keislaman mereka di depan Rasulullah.
Merekalah delapan orang pertama yang masuk Islam. Kemudian, disusul lagi dengan masuk Islamnya Abu Ubaidah bin Al-Jarrah, dan yang
lain-lain. Jenjang waktu antara periode dakwah Rasulullah secara rahasia atau sembunyi-sembunyi ke periode dakwah terang-terangan dan terbuka adalah sekitar tiga tahun. “Berikanlah peringatan kepada keluarga dekatmu.”(As-Syu’ara: 214).
Ketika ayat itu turun, Nabi Muhammad berangkat dan berdiri di atas bukit Shafa kemudian memanggil orang-orang, hingga orang-orang Quraisy
bertanya tentang siapa orang yang memanggil mereka dari bukit shafa tersebut. Orang-orang Quraisy bahkan Abu Lahab datang mendengarkan apa
yang akan dikatakan. Rasulullah berkata, “Wahai segenap Quraisy, selamatkanlah diri kalian dari siksa api neraka karena aku tidak bisa menolong kalian dari siksa api neraka. Aku adalah nabi yang diutus kepada kalian sebelum datangnya siksa api neraka itu
Wafatnya Nabi Muhammad SAW
Pada tahun kesepuluh Hijriyah, Rasulullah SAW pergi berhaji bersama lebih dari 100 ribu kaum Muslimin. Di Jabal ‘Arafat nabi menyampaikan khutbah monumental di hadapan mereka yang dianggap sebagai dasar dari ajaran Islam. Tidak mengherankan, karena dalam khutbah ini nabi telah
menjelaskan perihal undang-undang Islam. Melalui khutbah ini, nabi menyerukan asas persamaan diantara sesama manusia yang tidak mengenal
perbedaan antara hamba yang berdarah Habsyi dengan yang berdarah Quraisy.
Dua bulan setelah kepulangannya dari ibadah Haji Wadha, nabi mengeluhkan rasa sakit di kepalanya. Pada masa-masa awal sakit, nabi memaksakan diri untuk tetap mengimami sholat. Ketika sakitnya bertambah parah, nabi menyuruh Abu Bakar menggantikan posisinya menjadi imam sholat. Sakit Nabi Muhammad semakin parah hingga tiba hari terakhirnya di dunia, yaitu senin 12 Rabiul Awal 11 Hijriah. Saat umat Islam mengerjakan shalat subuh dengan diimami Abu Bakar, nabi membuka tabir atau kelambu kamar Aisyah.
Nabi melihat mereka tengah berbaris shalat, lalu tersenyum bahagia. Menyadari adanya nabi, Abu Bakar segera mundur ke belakang mengira nabi akan keluar kamar untuk sholat. Annas menceritakan, “Umat Islam sangat senang saat melihat nabi. Akan tetapi, nabi memberi isyarat agar mereka melanjutkan sholat. Nabi masuk kembali ke kamar dan menutup kembali tabir. Setelah itu, nabi tidak keluar lagi pada waktu-waktu sholat berikutnya.”
Kemudian Abdurrahman Ibn Abu Bakar masuk dengan membawa sebatang siwak. Aisyah mengisahkan, ”Kepala nabi sedang dipangku waliku.
Aku melihanya menatap siwak itu dan aku tahu nabi menginginkannya. Aku pun melunakkan siwak dengan mengunyahnya sedikit.” Di dekat Nabi ada bejana berisi air, kemudian nabi mencelupkan kedua tangannya, lalu mengusap wajahnya sembari berkata, ‘Laa ilaaha illa Allah, sesunggunya
mati memiliki sekarat atau rasa sakit.
Sambil bersiwak, nabi mengangkat tangan atau jarinya, memusatkan pandangannya ke atap, dan bibirnya bergerak-gerak mengatakan, ‘Bersama orang-orang yang telah engkau beri kenikmatan, yaitu golongan para nabi, kaum syuhada, dan orang-orang shaleh. Ya Allah, karuniakanlah ampunan dan rahmatmu kepadaku, dan pertemukanlah aku dengan Rafiq al-a’la. Ya Allah, pertemukanlah aku dengan Rafiq al-a’la.’ Nabi mengulangi perkataan itu sebanyak tiga kali.
Tangannya mulai lemas. Kemudian akhirya nabi benar-benar menjumpai alRaiq al-A’la. Innalilahi WaInnailaihi Rajiun (segala sesuatu hanya milik
Allah dan hanya kepadanya akan kembali).