Mengurai Benang Kusut Ekonomi Minyak Goreng
Bagi orang Indonesia, apalagi di Bulan Suci Ramadhan, gorengan adalah makanan yang tidak terpisahkan. Tidak heran ketika minyak goreng langka, banyak orang kebingungan apalagi penjual gorengan.
Di Bulan Ramadhan kali ini, harga minyak goreng membumbung tinggi meskipun memang sudah lebih mudah ditemukan dibandingkan beberapa waktu yang lalu. Harga minyak goreng yang membumbung tinggi sudah terjadi berbulan-bulan, bahkan sebelum puasa Ramadan.
Harga minyak goreng sudah merangkak naik sejak akhir November lalu dari Rp 18.000 per kg menjadi di kisaran Rp 22.000 per kg di akhir tahun. Kenaikan harga minyak goreng dipicu oleh melonjaknya harga minyak sawit mentah (CPO) di pasar internasional.
Sumber : CNBC Indonesia
Namun Kini muncul perbedaan pandangan yang beredar di masyarakat yang pengetahuannya sangat berbeda atas penyebab naik nya harga minyak goreng.Sebagian berpandangan bahwa adanya mafia minyak goreng. Ada pula berpendapat kenaikan harga minyak goreng disebabkan oleh menurunnya produksi sawit dan meningkatnya permintaan di pasar Eropa.Mungkin pemerintah dapat berusaha untuk mengatasi eksternalitas pencari mafia atau rente dengan mengurangi informasi antara penawaran dan permintaan pada minyak goreng.Perlu kita ingat kembali, bahwa produk turunan minyak sawit tidak hanya minyak goreng semata. Minyak nabati ini sudah lama digunakan sebagai campuran pada bio solar dan produk dasar pada industri makanan dan kecantikan. Kenaikan harga minyak bumi, tentu bisa menggerek pengalihan pemanfaatan minyak sawit menjadi produk yang memiliki tingkat keekonomian yang lebih tinggi seperti biosolar.
penggunaan minyak goreng itu dilakukan oleh seluruh masyarakat Indonesia sehingga membuat permasalahan menjadi lebih rumit.Kenaikan harga minyak goreng yang bisa sampai 100 persen tentu mengakibatkan kejutan pada ekonomi rumah tangga karena minyak goreng merupakan kebutuhan pokok dan memberi dampak ke masyarakat luas. Tentu ini digunakan sebagian politisi untuk meraup simpati masyarakat.Sayangnya, simpati ini tidak didasarkan pada pemahaman yang tepat, hanya berdasarkan pandangan populis semata. Seakan-akan memihak kepada masyarakat banyak, padahal pada akhirnya bisa jadi bumerang seperti zaman orde baru dahulu.
Dalam hal menyikapi kenaikan harga minyak goreng, pemerintah sudah mengambil kebijakan yang kurang tepat dengan menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) pada bulan Januari 2022 lalu. Niat pemerintah memang mulia, yaitu berusaha mengendalikan harga minyak goreng. Namun yang terjadi justru minyak goreng tidak dapat ditemui di pasar.
Namun dalam hal ini, pemerin harus bergerak lebih cepat supaya tidak terjadi lagi mafia minyak goreng.Ini mengingatkan kita pada tahun 1998 yang dimana perekonomian indonesia anjlok di akibatkan krisis moneter. Pembelajaran ekonomi Indonesia dalam sejarah menunjukkan bahwa subsidi bukan merupakan tools jangka panjang yang baik dalam pembangunan. Itulah sebabnya, pemerintah lebih memilih untuk memberikan bantuan sosial yang bersifat langsung kepada masyarakat yang membutuhkan.Mengurai Benang Kusut Ekonomi Minyak Goreng
Bagi orang Indonesia, apalagi di Bulan Suci Ramadhan, gorengan adalah makanan yang tidak terpisahkan. Tidak heran ketika minyak goreng langka, banyak orang kebingungan apalagi penjual gorengan.
Di Bulan Ramadhan kali ini, harga minyak goreng membumbung tinggi meskipun memang sudah lebih mudah ditemukan dibandingkan beberapa waktu yang lalu. Harga minyak goreng yang membumbung tinggi sudah terjadi berbulan-bulan, bahkan sebelum puasa Ramadan.
Harga minyak goreng sudah merangkak naik sejak akhir November lalu dari Rp 18.000 per kg menjadi di kisaran Rp 22.000 per kg di akhir tahun. Kenaikan harga minyak goreng dipicu oleh melonjaknya harga minyak sawit mentah (CPO) di pasar internasional.
Sumber : CNBC Indonesia
Namun Kini muncul perbedaan pandangan yang beredar di masyarakat yang pengetahuannya sangat berbeda atas penyebab naik nya harga minyak goreng.Sebagian berpandangan bahwa adanya mafia minyak goreng. Ada pula berpendapat kenaikan harga minyak goreng disebabkan oleh menurunnya produksi sawit dan meningkatnya permintaan di pasar Eropa.Mungkin pemerintah dapat berusaha untuk mengatasi eksternalitas pencari mafia atau rente dengan mengurangi informasi antara penawaran dan permintaan pada minyak goreng.Perlu kita ingat kembali, bahwa produk turunan minyak sawit tidak hanya minyak goreng semata. Minyak nabati ini sudah lama digunakan sebagai campuran pada bio solar dan produk dasar pada industri makanan dan kecantikan. Kenaikan harga minyak bumi, tentu bisa menggerek pengalihan pemanfaatan minyak sawit menjadi produk yang memiliki tingkat keekonomian yang lebih tinggi seperti biosolar.
penggunaan minyak goreng itu dilakukan oleh seluruh masyarakat Indonesia sehingga membuat permasalahan menjadi lebih rumit.Kenaikan harga minyak goreng yang bisa sampai 100 persen tentu mengakibatkan kejutan pada ekonomi rumah tangga karena minyak goreng merupakan kebutuhan pokok dan memberi dampak ke masyarakat luas. Tentu ini digunakan sebagian politisi untuk meraup simpati masyarakat.Sayangnya, simpati ini tidak didasarkan pada pemahaman yang tepat, hanya berdasarkan pandangan populis semata. Seakan-akan memihak kepada masyarakat banyak, padahal pada akhirnya bisa jadi bumerang seperti zaman orde baru dahulu.
Dalam hal menyikapi kenaikan harga minyak goreng, pemerintah sudah mengambil kebijakan yang kurang tepat dengan menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) pada bulan Januari 2022 lalu. Niat pemerintah memang mulia, yaitu berusaha mengendalikan harga minyak goreng. Namun yang terjadi justru minyak goreng tidak dapat ditemui di pasar.
Namun dalam hal ini, pemerin harus bergerak lebih cepat supaya tidak terjadi lagi mafia minyak goreng.Ini mengingatkan kita pada tahun 1998 yang dimana perekonomian indonesia anjlok di akibatkan krisis moneter. Pembelajaran ekonomi Indonesia dalam sejarah menunjukkan bahwa subsidi bukan merupakan tools jangka panjang yang baik dalam pembangunan. Itulah sebabnya, pemerintah lebih memilih untuk memberikan bantuan sosial yang bersifat langsung kepada masyarakat yang membutuhkan.